Pages

Recent Posts

Thursday, January 26, 2017

Cerpen: Puppy Love

Pupil mataku membesar. Degup jantungku kian memburu. Hawa dingin kian terasa di sekujur tanganku bersamaan dengan air lengket di sela-sela jemari. Lekat ku tatap anak laki-laki di depanku ini yang tengah menyodorkan boneka beruang cokelat muda kepada ku seraya berkata, "Aya, mau ga jadi pacarnya Arnold?".

1 2 3 4 5, 5 detik...
10 detik...
Bukannya menjawab pertanyaan, aku malah mematung.
"Ya?", panggil Arnold lembut.
Aku masih tak menjawab, hanya mengedipkan mata sebanyak 3 kali.
"Aya, ga papa kan?"
"Eh, engga-engga. Aya ga kenapa-kenapa kok. Aya cuma bingung aja."
"Aya bingung gimana cara mau nolak Arnold?"
"Eh! Engga, bukan-bukan!", cecar ku setengah berteriak.
Arnold tersenyum melihat tingkahku. Dan aku menjadi sangat malu.
"Jadi, Aya mau ga jadi pacarnya Arnold?".
Lagi. Arnold menanyakannya lagi.
Bukan lagi hawa dingin, kini hawa panas kian terasa di muka ku. Sambil sedikit menunduk untuk menutupi wajahku yang mulai memerah, aku pun menganggukkan kepala sembari menjawab, "Iya, Aya mau."

Baik aku maupun Arnold tidak ada yang bisa menyembunyikan kegembiraan yang menggebu ini. Arnold menyunggingkan bibirnya sehingga aku bisa melihat semua barisan depan gigi Arnold. Senyumku kian melebar kala tangan Arnold menggenggam tangan kiriku. Senang bukan main aku! Ku peluk erat boneka beruang yang kini sudah berpindah di tangan kananku untuk meredam gemuruh di dadaku ini.

---

"Hei, Arnold!", sapaku sambil menepuk pelan pundak Arnold yang sedang mendengarkan lagu di mp3 player-nya.
"Aya."
Arnold selalu menyebut namaku dengan lembut. Hanya dengan menyebut namaku demikian, Arnold sudah membawaku terbang ke langit ketujuh. Dari pertama kenal, Arnold tidak pernah mengubah caranya memanggilku. Halus dan lembut.

"Arnold udah lama nungguin Aya?"
"Engga kok."
"Maaf ya. Soalnya Aya tadi ngobrol dulu sama Sasha buat kerja kelompok di rumahnya besok."
"Iya, ga papa. Arnold udah pesenin bakso buat Aya. Dimakan ya."
"Makasih, ya Arnold. Yuk, makan sama-sama."

---

"Arnold, jangan pergi.", ucapku lirih sambil memegang erat tangan kiri Arnold.
"Aya..."
Ku rasakan tangan Arnold menyentuh kepalaku. Jemarinya mulai bergerak mengelus-elus rambutku.

"Aya, maafin Arnold. Arnold ga maksud bikin Aya sedih. Tapi Arnold harus ikut daddy pindah ke New York."
Kata-kata Arnold membuat aku tak kuasa menahan bulir-bulir air yang kini terjun bebas di pipiku. Tangan Arnold pun berpindah ke pipiku. Mengusap bulir air yang sekarang makin deras mengucur dari mataku. Sekejap kepala ku sudah berpindah, terbenam di balik pelukan Arnold. Mataku semakin panas dan air itu pun terus bercucuran dengan derasnya, menyisakan basah di kemeja Arnold. Peluk Arnold kian kuat diiringi isak tangisku yang tak kalah kencangnya.

---

Sore itu, di sebuah kafe yang cukup ramai. Di salah satu sudutnya, duduklah seorang laki-laki dan dua orang perempuan yang tengah asik berbincang. Strawberry milkshake, ice lemon tea, dan hot americano turut menikmati perbincangan saat itu. Di tengah obrolan, sang lelaki mengeluarkan buku kecil berwarna biru dari dalam tasnya dan salah satu perempuan di depannya langsung merebut buku tersebut. Tawa sang perempuan pun memecahkan suasana sembari ia buka lembar demi lembar buku kecil itu dan mulai tenggelam dalam tulisan di dalamnya.

"Hahahahahahahahahaha!"
"Aya!", teriak kedua orang yang duduk di hadapan Aya, perempuan yang tengah terbahak-bahak.
"Hahaha... Aduh, sorry-sorry. Sumpah! Ini tuh lucu banget. Hahaha."
"Iya, tapi kan ga harus kenceng juga ketawanya. Ini kita diliatin semua orang, Ya. Malu.", ucap salah seorang yang meneriakkan nama Aya.
"Sasha, lo kalau baca juga bakal ngakak kayak gue."
"Sini gue baca."
"Eh jangan! Malu gue. Haha."
"Tuh, lo aja yang nulisnya ngakak kayak gitu, gimana gue orang yang lo kasih.", ujar orang lainnya.
"Lo ngetawain tulisan gue, Nold?", tanya Aya.
"Dulu sih engga. Tapi pas kemarin gue baca, ya gue ketawa lah."
"Lo ngetawain bagian yang mana, Nold?", tanya perempuan yang bernama Sasha.
"Semuanya. Apalagi bagian yang dia tulis tentang gue. Hahaha."
"Arnold!", teriak Aya gemas.
"Hahaha. Pasti lo alay banget ya, Ya.", ledek Sasha.
"Banget!", timpal Arnold.
"Namanya juga anak SMP. Baru pertama kali cinta-cintaan.", bela Aya. "Gue yang alay gitu aja lo suka kan, Nold.", tambah Aya.
"Hahaha. Gue khilaf itu.", jawab Arnold, tidak mau kalah.
"Gila ya, kalian tuh pacaran zaman SMP. Berarti udah... sekitar 12 tahun yang lalu loh! Wah. Waktu cepet banget ya. Dan sekarang, lo udah mau married aja, Ya. Rasanya baru kemarin deh lo ngegalauin Arnold pas dia pindah.", ujar Sasha.
"Ya ampun, cerita lama itu. Hahaha."

Sore itu, cerita, canda, dan tawa tumpah ruah di sudut kafe bersama ketiga orang tersebut. Mengenang kisah sekolah memang tiada habisnya. Hingga waktu pun memaksa mereka bercerai berai.

"Tap!"
Tangan Aya sudah menempel di atas punggung tangan Arnold yang hendak mengambil buku kecil biru di atas meja.
"Mau lo bawa kemana diary gue?", tanya Aya.
"Lah, ini kan udah jadi punya gue, Ya. Lo ga inget apa dulu lo ngasih gue diary ini pas di bandara."
"Iya, sih. Tapi, kan..."
Belum selesai Aya berucap, Arnold sudah merebut diary itu dan memasukkannya ke dalam tas.
"Udah dah lo berdua kayak anak kecil aja, rebutan.", lerai Sasha.
Aya hanya bisa pasrah sambil berdiri menyusul kedua temannya yang sudah duluan berjalan menuju pintu keluar kafe.

---

Arnold bersandar lemas di kursi kemudinya. Jalanan yang macet membuatnya kian merasa lelah. Rintik hujan di luar membasahi jendela mobil Arnold, semakin menambah rasa sendu. Jemarinya diketuk-ketukkan pada stir mengikuti irama musik dari saluran radio tuk sekadar mencari penghiburan. Seketika ia teringat akan diary Aya. Diambilnya benda itu dari tas. Arnold hanya tersenyum melihat tulisan di tiap halamannya. Seolah tersedot mesin waktu, tulisan itu membawa Arnold ke masa lalu. Lekat dalam ingatannya ketika ia mengajak Aya berpacaran. Teringat pula akan kencannya tiap pulang sekolah di warung bakso depan sekolah. Dan kian terasa pedihnya melihat Aya menangis saat ia akan meninggalkan Aya ke New York. 12 tahun waktu berlalu, ingatan tentang Aya tak sedikit pun hilang dalam benak Arnold.

Tulisan-tulisan dalam diary Aya selalu berhasil merekatkan kembali puing-puing kenangan yang kerap tersapu masa. Tadinya diary itu akan dijadikan alat oleh Arnold untuk menarik Aya kembali dalam pelukannya. Namun, niatan itu ia urungkan manakala mengetahui Aya tengah berbahagia dengan kekasih barunya. Dan sore tadi, barulah Arnold mengeluarkan diary itu setelah mengurungkan niatnya 2 tahun lalu. Lega yang ia rasakan melihat tawa Aya yang begitu lepas saat mengenang kisah mereka dahulu. Senang dirasanya kala melihat Aya senang.

Kini Arnold harus memutuskan asa yang selama ini ia rajut pada Aya. Aya akan menemui hidupnya yang baru dan Arnold pun harus melanjutkan hidupnya yang terus berjalan.

♫ Now I sit all alone
   Wishing all my feeling was gone
   I gave my best to you
   Nothing for me to do

"Ayana... bahagia selalu ya.", ucap Arnold sambil menutup diary milik Aya dan menaruhnya di atas tas yang tergeletak di kursi sisi kiri Arnold.

But have one last cry
    One last cry
    Before I leave it all behind
    I gotta put you outta my mind
   This time stop living a lie
   I guess I'm down to my last cry

Perlahan mobil Arnold melaju, mengikuti arus kendaraan lainnya. Rintik hujan semakin deras membasahi kaca mobil Arnold. Wiper mobil mulai bergerak teratur ke kiri dan kanan untuk mengelap kaca mobil dan membuat pandangan Arnold menjadi jelas. Malam itu, Arnold ditemani Brian McKnight yang menjadikan hatinya kian sendu.

-----o0o-----

Catatan:
Challenge completed!
Challenge ketiga ini ialah membuat cerpen dengan tema bebas. Challenge tersulit nih kayaknya. Pasalnya aku udah lama banget ga nulis cerita. Terakhir kayaknya pas tugas SMA (sekitar 5 tahun lalu). Jadinya dalam nulis cerpen ini aku merasa kaku dan ingin cepat selesai kwkw. Ide ceritanya pun agak absurd rasanya. Ide cerita aku dapatkan saat beberapa waktu lalu aku menemukan diary smp ku. Dan aku merasa geli bacanya hahaha. Tapi lucu juga rasanya punya diary kayak gitu, seolah ada rekaman tentang kehidupan ku. Selain itu, dalam nulis cerpen ini aku pun dipengaruhi tontonan tv, Mermaid in Love. Sebetulnya aku ga suka nonton itu, tapi tetap ikut nonton karena sepupuku nonton itu :( Jadi, harap maklum aja kalau cerita ini agak geli-geli gimana. Aku pun yang nulisnya agak kurang niat hihi.
Well, hope you enjoy it. Dont forget to visit my friends blog too (here and here), and read their story.  Thank you ❤

0 Comments:

Post a Comment